Perbedaan
yang mendasar antara manusia dengan makhluk hidup lainnya di muka bumi ini
adalah “akal”. Para filsafat mengartikan akal
sebagai kemampuan manusia dalam mengoptimalkan “otak” yang menjadi pusat
pengendali seluruh unsur di dalam tubuh manusia. Bahwa sesungguhnya “otak” yang
terdiri dari ribuan bahkan jutaan sel syaraf (neuron) yang terhubung secara
komplek ternyata mengandung energi yang sangat luar biasa yang biasa disebut
dengan “daya pikir”.
Para
ahli biasa membagi segmen otak menjadi “otak kanan” dan “otak kiri” yang konon
menurut mereka sebagian digunakan untuk mengaktivasi “logika (fisika)” dan
sebagian lagi digunakan untuk mengaktivasi “naluri/imajinasi (meta fisika)”. Di
dunia cenayang/psyco-kinesis lazim diistilahkan sebagai “daya cipta”.
Sekarang
makin marak orang membicarakan atau bahkan mencoba-coba “mempraktekkan” apa
yang dinamakan dengan ESQ (Emotional Spiritual Quotion) yang konon katanya
adalah semacam teknik untuk “menyeimbangkan diri” sehingga nantinya diharapkan
fungsi kerja “otak kanan” dan “otak kiri” bisa seimbang.
Kita
juga mengenal istilah “mentalist” yaitu orang yang mampu mengoptimalkan
kekuatan “jiwa/mental” nya untuk melakukan sesuatu yang di luar kebiasaan. Ada juga istilah
“hypnotist” yaitu orang yang mampu mengoptimalkan kekuatan “daya pikir” nya
untuk mempengaruhi orang-orang sekitarnya hingga pada batas hampir seperti
mentalist. Adapun istilah “tele-kinesis” digunakan untuk para mentalist,
hypnotist, atau sejenisnya untuk mengirimkan “sinyal” ke target secara jarak jauh.
Yang
menarik di sini adalah baik mentalist, hypnotist, atau sejenisnya ternyata pada
intinya mereka telah mampu mengoptimalkan “daya pikir” mereka hingga pada batas
yang menurut orang biasa tidak lazim. Mereka meyakini bahwa secara logis telah
dibuktikan otak yang terdiri dari ribuan bahkan jutaan sel syaraf pada dasarnya
mengandung kombinasi hubungan antar sel yang jumlahnya hampir tak terhingga.
Terciptanya hubungan antar sel syaraf ternyata tergantung dari manusia itu
sendiri bagaimana mengolahnya. Bila ada lebih dari satu sel syaraf yang
terhubung maka terciptalah “synapsis” yang kemudian teraktivasi secara “unik”
untuk menghasilkan “sesuatu” sesuai dengan maksud dan tujuannya.
Bayangkan,
bila setiap “synapsis” yang tercipta kemudian teraktivasi hingga menjadi
“sesuatu”, sementara dengan jumlah sel syaraf yang ribuan bahkan jutaan yang
mampu dikombinasi hingga menjadi “synapsis” maka akan tercipta pula kemungkinan
terjadinya “sesuatu” yang hampir tak terhingga jumlahnya. Subhanallah..!
Fenomena
yang menarik di sini adalah saat kapan manusia melakukan “kombinasi sel syaraf”
nya hingga tercipta “sesuatu” dari synapsis yang teraktivasi ? Dengan pasti
kita pun seharusnya mampu menjawabnya, dimulai dari pengamatan sederhana kita
terhadap bagaimana seorang balita secara perlahan belajar beradaptasi dengan
lingkungannya.
Kita harus selalu ingat bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini selalu memerlukan apa yang dinamakan sebagai “inisiasi” atau “trigger/pemicu”. Hukum alam yang tidak bisa dihindari oleh manusia selama masih hidup di dunia adalah Hukum Sebab Akibat dan Aksi Reaksi.
Seorang
bayi akan menangis bila lapar sehingga ia perlu asupan gizi/makanan. Bayi
tersebut menangis karena merasa lapar. Ia merasa lapar karena cadangan makanan
di tubuhnya sudah habis/mendekati minimal. Cadangan makanan di tubuhnya sudah
habis/mendekati minimal karena telah diolah menjadi sel-sel tubuh bagi
perkembangan biologisnya. Dan seterusnya.
Pertanyaan
yang menarik adalah, saat kita mengamati seorang balita yang sedang beradaptasi,
manakah yang terlebih dahulu aktif dari diri si bayi? Pancainderanya, otaknya,
mentalnya, atau yang mana ?
Maka
sudah semestinya kita pun harus mampu menjawabnya dengan potensi daya pikir
yang telah dianugerahkan kepada kita dari Allah SWT.
Sebagai
penutup, begitu indahnya Allah SWT telah menitipkan isyarat-Nya melalui salah
satu Firman-Nya :
“……Tidak
ada yang tidak mungkin bagiKu…..”
Tergantung
bagaimana kita sebagai hamba-Nya mampu menterjemahkan dengan sebaik-baiknya
tanpa meninggalkan keberadaan-Nya.